Pagi itu saya bangun sebelum ayam berkokok. Kasur sekeras bata, rasa gatal dari selimut, bantal kasar, dan keroncong perut kopong membangunkan saya seolah berkata “Bangun kau, upik abu! Cuci piring sana!”
Kami menginap di sebuah hostel murah di kawasan Khan Duon Penh. Lokasinya lumayan strategis untuk memenuhi hasrat eksplor kearifan lokal meski nuansa kamarnya benar-benar seperti barak. Rasanya seperti sedang ikut kesamaptaan. Tapi berada di kawasan yang dekat dengan pasar lokal, sekolah, aneka restoran, convenience store, pangkalan tuktuk, dan Sungai Mekong lumayan membuat saya ingat bersyukur.
Phnom Penh adalah peninggalan Perancis di Kamboja yang dibangun abad 14 silam. Di masa mudanya, kota ini pernah punya alias “Mutiara Asia” karena keindahannya sangat mempesona mulai dari arsitektur, sejarah, juga kebudayaannya. Menjelajahi Phnom Penh gak cukup satu hari, atau bahkan satu tahun. Tapi melalui tulisan ini, saya ingin mengajak sobat-sobatqu menikmati hari yang santai di Phnom Penh, mencoba berbaur dengan kebiasaan dan kehidupan lokal, tanpa mengurangi aktivitas keturis-turisan yaitu foto-foto wkwk.
Sarapan makanan khas Khmer
Sebagai wilayah yang sama-sama dipengaruhi oleh Kerajaan Sriwijaya, gak heran ada beberapa hidangan Kamboja yang mirip-mirip antara rasa, bahan, dan bentuk dengan hidangan di negara Asia Tenggara lainnya. Ambisi Sriwijaya untuk memperkuat perniagaan pada masa itu membuat rempah-rempah di kawasan selat malaka dan selat sunda saling bertukar tempat (coba cek sinetron berjudul “Rempah yang Tertukar” untuk lebih jelasnya). Meski begitu, perbedaan kondisi tanah, air, dan selera masyarakat membuat rempah-rempah itu memiliki ciri khasnya masing-masing, termasuk di Kamboja.
“Orang Khmer suka sarapan ini,” tunjuk mbak pramusaji dengan bahasa Melayu mencoba melarutkan raut penasaran kami. Restoran khas Khmer yang kami datangi untuk sarapan adalah Halal Restaurant (lokasi di sini). Berada di antara pub dan bar yang saat malam ramai oleh pramuria, restoran yang menyediakan makanan khas Khmer dan Melayu ini tetap bertahan dari godaan syaitan yang terkutuc. Mashaa Allah.
Gak lama, bobor seafood dan mee soup hadir di meja yang sebelumnya sudah disediakan bumbu pendamping, juga lalapan dengan cocolan saus tauco.
Dari dua masakan yang berbeda ini, ada kesamaan mendasar yaitu rasa asam yang khas nan segar. Jika kita menyeruput perlahan kuah keduanya ssslrrruuuupppp, terasa betul ada sentuhan hangat, aroma rumput basah, dan asam lembut berbalut kaldu. Itu karena kroeung, satu dari sekian banyak bumbu andalan Kamboja berupa ulegan serai, lengkuas, kencur, bawang putih, bawang merah, ketumbar, juga jeruk purut. Semua bumbu berkombinasi apik dan memberikan sensasi segar di masakan.
Bumbu paling dominan saya rasakan juga adalah serai, yang jadi salah satu signature spice masakan Khmer. Tahu kan rasanya serai? Memang kita gak terbiasa memakannya langsung, tapi serai membuat sebuah masakan jauh dari kesan biasa saja. Ada sitrus-sitrusnya gicu. Bahkan baru kali ini saya makan daun serai bulat-bulat saking enaknya. Daunnya yha, bukan batangnya. Ternyata takdir serai gak hanya digeprek, tapi juga dicincang dan dimakan.
Satu lagi yang begitu kencang di lidah saya adalah rasa ke-ikan-ikanan. Selain karena saya makan bobor seafood, tapi makan bobor-nya sendiri tanpa cumi dan udang saja sudah begitu ‘ikan’. Mungkin si koki menggunakan prahok, yaitu pasta ikan fermentasi. Penyedap ini lah yang membuat kita menyesap rasa masam yang sedikit asin ketika mencicipi makanan khas Khmer.
Jika ingin yang lebih otentik, coba makan amok fish. Makanan nasional Kamboja ini rasanya khas, gak ada dimanapun. Santan, ikan, daun jeruk, serai, gula palem, cabai, kunyit, dan prahok (pasta ikan). Kuahnya kental dan kaya rasa. Seperti kari tapi lebih segar dan lembut.
Selain faktor Sriwijaya, fakta bahwa Kamboja menjadi negara yang paling dipengaruhi oleh Cina dibandingkan negara ASEAN lainnya juga mempengaruhi nuansa hidangan yang kecina-cinaan seperti bobor dan mie tadi, lalu ada juga kuyteav (kwetiau), bai cha (nasi goreng), bai sach chrolak (nasi babi), ban hoaw (bihun kuah ikan), dan sebagainya.Meskipun begitu, Crazy Rich Asian gak bisa shooting di sini lho yha karena Kamboja adalah negara termiskin jika dibandingkan dengan 9 negara tetangga lainnya. Silahkan bagi yang mau buat film tandingan, Crazy Poor Asian misalnya wkwk.
Jalan-jalan keliling kota naik motor
Di penghujung pekan, Phnom Penh bergerak pelan. Orang-orang sibuk berbelanja di pasar, memasak, beribadah, tidur siang, dan berwisata. Cuaca panas khas negara tropis memang gak menampikkan bersantai adalah kemewahan yang hakiki. Untuk menikmati kota, ada beberapa moda transportasi yang bisa dipilih seperti naik tuktuk, tricycle, becak, motor, taksi, atau bus umum.
Sekarang di Kamboja ada PassApp, sebuah aplikasi untuk pesan taksi/tricycle/tuktuk secara online. Untuk akses internet, saran saya mending beli sim-card lokal ya karena jarang ada portable WiFi yang bisa Kamboja dan WiFi umum di sini gak ubahnya hidung kamu alias kembang kempis. Harga sim-card murah kok, sekitar $6 untuk seminggu (khusus traveler) dan sudah 4G.
Ini tricycle, atau biasa kita sebut bajaj. Tricycle di Kamboja beda dengan di Filipina atau Thailand ya. Kalau berdua, naik tricycle paling murah. Kalau bertiga atau berempat, lebih pas naik tuktuk. Kalau bersembilan atau bersepuluh, sewa truk saja.
Kami memilih menikmati hari dengan menyewa motor. Beruntung SIM Indonesia bisa dipakai di sini dan saya yakin, dengan sudah terasahnya skill bermotor di Jakarta maka berkendara di Kamboja bukanlah perkara besar. Kamboja adalah penganut stir kiri dan berjalan di sisi kanan. Bagusnya di jalan utama itu ada sisi khusus untuk motor dan mobil, jadi lebih nyaman. Namun jalanan seperti itu gak ada di semua tempat jadi memang akan lebih sering melihat jalanan ruwet dengan aneka perkara.
Kabar buruk buat para turis ketika pas melanggar lalu lintas, polisi di Kamboja (terkenal) korup dan anti-cincay-cincay-club. Kena tilang di Kamboja mungkin akan jadi hari paling sial dalam hidupmu, berhati-hatilah. Kabar baiknya, mereka jarang patroli HAHA. Meski kita mungkin akan melihat mereka berkendara tanpa helm atau sambil main hp, tapi sebagai tamu ya sudah lah ya, ngalah wae. Selama kamu mematuhi lalu lintas, kamu mau sewa motor gede terus keliling pakai kacamata hitam dan jaket kulit oblong nyanyi ‘numpak er ek king, numpak er ek king, trreng teng teng teng teng, trrrreng teng teng teng teng!!!’, bebaaassh!
Jika hendak pergi ke beberapa tempat, sebaiknya pilih yang berdekatan jadi bisa sekali parkir saja. Model parkir di Kamboja mirip dengan negara kita. Mampir ATM, bayar parkir, mampir convenience store, bayar parkir, mampir pasar juga bayar parkir. Jadi dari pada bayar KHR1000 berkali-kali, mending parkir di kawasan parkir khusus lalu jalan kaki ke beberapa destinasi. Kecuali di tempat tujuanmu gak ada abang parkir, mungkin bisa gratis. Tapi kita sama-sama tahu, abang parkir itu suka muncul dari ruang hampa di udara, ehe ehe.
Rute motoran di Phnom Penh paling mudah adalah mengikuti Sungai Mekong. Kamu tinggal mengikuti jalan besar lalu mampir ke beberapa tempat menarik mulai dari hawker food stalls, bangunan-bangunan atraktif, atau lihat berbagai landmark kota yang ada di mana-mana seperti Independence Monument, Silver Pagoda, Royal Palace, Wat Phnom, dan lain-lain.
Mengunjungi landmark Phnom Penh
Siang itu kami mampir ke Wat Ounalom di Sisowath Quay, sebuah vihara yang keberadaannya cukup penting di Kamboja. Wat ini juga memiliki sejarah yang kelam dengan pasukan Khmer Merah di masa itu. Tapi yang lalu biarlah menjadi kenangan, karena Wat Ounalom kini menjadi bangunan yang sangat atraktif! Arsitektur khas Kamboja, aksen warna merah dan emas yang menimbulkan kesan glamor, juga kondisi bangunan yang sangat terawat membuat Wat Ounalom simply attract attentions. Ada beberapa bangunan di sana seperti perpustakaan, ruang kelas, pusat meditasi, aula, kuil, dan stupa-stupa.
Gak jauh dari Wat Ounalom, kami jalan menuju Royal Palace. Saat berjalan ke sana, ada banyak abang tuktuk yang mengatakan bahwa istana sedang tutup dan menawarkan city tour. Ini adalah modus scam yang sudah basi banget sebenarnya, tapi gak ada kata basi dalam mencari rezeki, bukan? Kami memilih untuk gak mempercayai abang tuktuk dan menikmati siang yang santai di halaman Royal Palace. Eits, kami gak masuk istana bukan karena sedang tutup ya melainkan karena bayarnya mahal memang gak ingin masuk.
Kami duduk santai di halaman depan Royal Palace. Melihat burung perkutut mandi, makan, lihat orang-orang tidur siang, jualan, pacaran, lalu saya ikutan mengantuk. Berada di bawah pohon saat siang hari memang magis. Tahu-tahu hidup seolah ringan rasanya, gak ada beban, gak ada hutang. Rasanya tujuan bangun tidur hanyalah untuk tidur siang dan minum es sirup.
Selain dua tempat tadi, banyak yang rekomendasi untuk melihat sisa kejahatan Khmer Merah di Tuol Sleng Genocide Museum atau Choeung Ek Genocial Center. Jujur saya sendiri gak tertarik ya karena, OMG tengkorak ditaruh lemari gitu! Mana masih ada kasur sisa penyiksaan wadaw sungguh gak berani lihat! Alternatif lain bisa ke Museum Nasional atau Silver Pagoda yang cocok buat percantik feed Instagram. Namanya juga #demikonten~
Minum es kopi, jajan-jajan, dan makan cumi bakar
Panas khas negara tropis membuat kami gak betah lama-lama di jalan. Kulit kering, tenggorokan gak kalah kering. Setelah menunaikan shalat zuhur di Masjid Al-Sekral, kami menjuju pasar serbaneka Toul Tum Poung yang punya kedai kopi yang (sepertinya) legendaris. Banyak testimoni dan foto dipajang di kedai. Tulisan ‘The Best Iced Coffee in Phnom Penh’ terpampang di mana-mana. Sang pemilik sekaligus pembuat kopi pun selalu menyambut hangat para tamu seolah berkata, “Kepanasan lu ye, sini sini minum es kopi gue…”
Kalau sobat-sobatqu mau minum minuman dingin di Kamboja, yang perlu diwaspadai adalah esnya. Terlepas dari ini airnya bersih atau gak, orang sini kalau membuat minuman satu gelas isinya 80% es batu, baru sisanya air. Kedurjanaan ini terjadi di mana-mana jadi bagi umat gigi ngilu, hati-hati ya.
Menemani ngaso, kami mengajak aneka jajanan pasar yaitu kue kelapa, vegetable spring roll, dan pisang bakar untuk ngaso bersama. Sebagai pecinta olahan pisang, bisa mencicipi pisang bakar Kamboja sungguh rezeki sekali. Pisang bakar seharga KHR1000 isi 4 ini sungguhan enak karena pas gigit bagian luar yang mengeras dan asin karena olesan mentega, bagian dalam pisang malah terasa lembut dan manis seperti madu. Rasanya saya bisa seharian makan pisang bakar Kamboja sampai dower keasinan.
Perjalanan kami lanjutkan ke Central Market (Psar Thmei) di Calmette Street. Destinasi ini terinspirasi oleh Mark Weins author Migrationology, yang mengatakan makan cumi bakar di sini itu “a real treat squid”. Apakah Mark berlebihan kali ini? Tydac. Cumi bakarnya sungguhan seenak itu bosku! Yang membuatnya spesial adalah kuah yang dibalurkan di atas cumi. Campuran minyak dan kaldu dengan potongan daun sereh, batang seledri, bawang putih, dan bawang merah goreng menambah sensasi harum pada cumi bakar. Saus cocolannya juga unik, ada yang khas lada hitam dan asam pedas.
Menjelajahi pasar lokal di Phnom Penh semakin membuka mata kita bahwa kota ini, beserta orang-orangnya sungguh sangat apa adanya.
Pertama kali sampai di Phnom Penh, saya melihat banyak sekali sampah plastik entah dipinggir jalan atau yang menggantung di pohon atau pagar atau di mana saja selama bisa menggantung. Bodo amat mau di kawasan wisata atau tempat sakral, tetap sampah everywhere. Saya sendiri bingung kenapa tempat sampah umum jumlahnya sangat sangat sedikit padahal sudah jelas sekali, penggunaan plastik di Kamboja luar biasa masif.
Saya juga mendapati orang sini culas suka menaikkan harga dan memberikan informasi palsu demi mendapatkan keuntungan dari turis. Berada di pasar memperkuat pengalaman itu. Mau tahu buktinya? Duduk saja di warung jajanan, perhatikan jumlah uang yang kamu bayar dan makanan yang kamu dapat. Lalu bandingkan dengan orang lokal. Yo salahe dadi turis.
Poin bagusnya adalah willing to help mereka bagus. Ketika saya ajak bicara dengan bahasa Inggris dan mereka gak ngerti, mereka akan berusaha mencari orang yang ngerti untuk bisa menjawab pertanyaan saya. Terus orang lokal yang bisa bahasa Inggris biasanya prononsesyennya agak britishisasi alias gak jelas wkwk.
Ada dua cara menikmati sore di Sungai Mekong. Pertama, kita bisa naik kapal. Ada banyak sekali pilihan kapal mulai dari yang polos, terbuka, sampai yang ada naganya segala. Meski kapal-kapal ini biasanya berkapasitas besar, kamu mau naik berdua saja saat kapal sepi pun gak masyalah.
Kedua, duduk-duduk di tepi sungai. Pemerintah Kamboja membuat pinggiran sungai sangat walking friendly dengan trotoar besar, rapih, dan terawat (meski tetap ada sampah ya). Banyak aktivitas dilakukan oleh warga lokal mulai dari piknik, jogging, main sepak takraw, pacaran, mabuk, ajak jalan anjingnya, jualan, foto-foto, dan lain sebagainya.
Setelah melepas sore dengan pemandangan matahari tenggelam, kami menyeberang jalan dan menjelajahi Phnom Penh Night Market.
Pasar malam di Phnom Penh adalah kawasan yang sangat lively yang dapat dinikmati oleh siapa saja. Banyak sekali penjaja serba murah di sini. Kamu bisa menemukan aneka pakaian, dari yang branded-palsu-saja sampai branded-palsu-banget. Ada juga asesoris, oleh-oleh, tas, kaus kaki, dan sepatu.Di bagian belakang terdapat food court yang menyediakan aneka jenis makanan dan minuman dingin.
Di sini kami menemukan banyak penjaja bakso seafood olahan, rujak buah, spring roll, sate daging, es krim kelapa, aneka hidangan mie, dan sayuran rebus. Dengan berbagai menu-menu itu, mereka bisa menyediakan berbagai hidangan seperti mie goreng, mie rebus, mie tumis, (semacam) steam boat, tumis daging, dan sebagainya.
Area food court ini adalah bagian yang paling saya suka dari Phnom Penh Night Market. Pasalnya mereka menyediakan lesehan luas sekali untuk kongkow para pengunjung. Lesehan ini dikelilingi oleh food stall dan mayoritas menggunakan lampu kuning. Jadi suasananya temaram sekaligus meriah karena dilengkapi pemandangan orang lalu lalang. Jika kamu gak biasa makan lesehan, mereka tetap menyediakan meja kursi di belakang gerobak dagangannya. Tapi sungguh gengs, lebih enak lesehan!
Sudah merasa seperti orang lokal belum? Kalau belum, jelajahi lagi besok dengan cara yang sama. Atau sekalian tinggal dan cari kerja di sini, jadi asisten koki atau apa gitu yang sesuai dengan minat bakat wkwk. Ada seorang mas blogger yang bilang Phnom Penh gitu saja gak seru, tapi dia gak cerita apa apa.
16 Comments. Leave new
kok jadi kaya jakarta jaman dulu yo, ada bajajnya si badjuri segala. hihihihi
tapi mie-mie-annya bikin ngiler!
Salah satu yang keren dari tulisan ini adalah lagu numpak er ek king numpak er ek king treng teng teng teng teng treng teng teng teng teng
Rekomen buat destinasi ke negara tetangga nih, makasih ya dah mau nulis tentang perjalanan nya. Sangat bermanfaat
Yuk cari tau 17 Fakta Nama Domain Unik yang Wajib Anda Ketahui
Mirip Indonesia ya mbakk makanannya, apalagibyang bersantan2 itu.
Lengkap banget tulisannya. Dan foto-fotonya bikin ngiler haha. Di sisi lain aku jadi mikir, "gak susah ternyata nyari makanan yang bisa dimakan di Kamboja."
Soal sewa kendaraan, aku baru sekali nyoba di Langkawi, Malaysia. Sewa mobil dan motor. Nyaman. Nah kalau di tempat yang polisi ngehe kayak gini khawatir juga kalau dicari-cari kesalahan hiks. Secara kadang bukan bermaksud melanggar, kalau tempat asing gitu kan ada aja kadang khilafnya hehehe.
Sama Mbak. Waktu saya ke Phnom Penh, saya juga nggak ke Genocide Museum dan Genocial Center. Serem aja ngeliat kisah kekejaman masa lalu. Mending lihat yang menyenangkan saja.
Jakarta juga masih ada bajajnya lho, bajaj qute tuh yg biru biru. Tampilannya lebih mulus dan lebih lucu. Malah mereka ada yg bisa bayarnya pakai QR kayaknya.
Iya mienya enak di sini, rasanya unik dan seger soalnya banyak pakai sereh. Porsinya juga banyak, jd kenyang pol!
Terima kasih kakanda sudah memperkenalkan diriqu pada lagu itu. Untung gak terngiang-ngiang~
Heyho! Makasih yaa 😘😘 Iya seru nih Kamboja. City-tour seru, nemu banyak banget hal-hal menarik mulai dari kebiasaan orang sini, warung makan pinggiran yg lucu lucu, lalu lintas yg agak kusut, dan makanan enak-enak.
Oke mas asep makasih infonya 👍
Hai Mba Amirotul,
Penampakkannya mirip ya, tapi rasanya beda banget. Rempahnya memang sama, tapi pengolahan dan rasanya beda karena tumbuhnya juga di tanah yg beda. Makanan bersantan di Kamboja segar karena serainya banyak, namun tetap kental dan gurih santannya. Menarik untuk dicoba~
Dulu suamiku bilangnya gitu juga Mas Yan, cari makanannya susah. Tapi ternyata gak juga, malah gampang dan Kamboja punya banyak olahan ikan dan seafood, jadi aman.
Iya nih, aku juga degdegan jangan-jangan nanti ditilang asal-asalan. Makanya pas motoran pelan banget di pinggir-pinggir dan gak klakson sama sekali wkwk.
Aku liat foto-fotonya udah merinding, Mba Dyah, makanya mending gak usah liat langsung, makan enak aja wkwk.
Kirain memang itu aja highlights di Phnom Penh, ternyata gak. Banyak yg menarik di kota ini, ritmenya yg pelan juga bikin makin enjoyable yah.
setelah baca cerita ini, pastinya kamboja seruu. Tinggal nunggu kapan terealisasi aja kesananya nih
Yesss seruuu! Berasa ada di dunia lain lah hahaha. Semoga segera terealisasi yaa Mba Ainun~~