Hae girls! Pernah mens pas traveling? Pernah dong ya, tos dulu kita. Apalagi buat #sobatambyar #sobatqismin macam kita ini bisa beli tiket murah kan karena promo, harbolnas, atau low season, bukan karena lagi gak menstruasi haha. Tapi itu juga yang jadi seru gak sih? Ada ‘tamu’ pas lagi jalan mengitari Jeju atau pas makan sate kepiting di Tsukiji Market dan harus segera ke toilet umum, gajah makan cincau wah kacau. Gimana pengalaman saya mens di beberapa negara? Apaqa bisa nyaman? Silahkan lanjut baca, siapa tahu jadi insight…
1. Indonesia
Pengalaman mens paling menyedihkan yang pernah saya alami di Indonesia adalah saat naik Gunung Merbabu. Bagaimana tidak, cuaca sedang hujan, angin tentu menjadi lebih dingin yang membuat dismenore saya makin menjadi-jadi.
Saya membawa pembalut memang untuk jaga-jaga. Tapi kondisinya adalah saat itu sedang diklat mapala (Mahasiswa Pecinta Alam), yang tidurnya gak pakai tenda melainkan bivouac. If you don’t know what is that, bayangkan saja jas hujan kelelawar diikat sedemikian rupa dengan rafia dan batang pohon, dibentuk rumah-rumahan. Alas tidur hanya matras dan another jas hujan. Boro-boro mau bersih-bersih, mau tidur saja susahnya bukan main. Nestapa oh sungguh nestapa~
2. Malaysia
Saya sempat mencicipi bulan puasa di Malaysia dalam kondisi mens. Jadi ya kasihan Mas Gepeng puasa, saya makan KFC wkwk. Mens di Malaysia gak jauh beda dengan negara kita. Kondisi toilet baik di mall maupun non-mall juga gak jauh berbeda. Termasuk urusan pembalut.
Ada beberapa merk yang sama tapi beda varian. Misalnya Laurier. Saya mencoba ukuran semi-night yang kalau gak salah sekitar 25 cm. Ketebalannya pas dan daya serapnya oke. Pembersihannya juga mudah karena bahan dasarnya kapas, bukan gel. Yang membedakan adalah packaging dan ukir-ukiran di permukaan pembalutnya. Jujur saya bukan pengguna Laurier karena dulu selalu punya pengalaman buruk. Tapi Laurier di Malaysia lumayan, daripada lumanyun.
3. Inggris
Salah satu pengalaman mens paling tidak enak adalah di Inggris. Pertama, tahu kan bahwa di sini toiletnya gak pakai shower cebok atau yang semburan air dari bawah? Jangankan pas mens, yang buang air biasa saja sudah gak enak.
Kedua, kamar mandi umumnya jorok. Umum ini yang di dalam kafe lho ya, bukan yang portable (karena gak ada juga wkwk). Selain bechyek, penggunaan tisu berlebihan membuat orang jadi seenaknya buang sampah di sekitar kakus. Ketiga, kualitas pembalutnya not okay apalagi untuk menampung kebocoran tiada tanding di hari pertama dan kedua.
Kemudian Mira, teman saya, menyarankan untuk pakai tampon, pembalut bentuk sosis yang cara pakainya langsung dimasukan ke dalam vagina. Saya coba, dan karena khawatir, saya back up juga pakai pembalut biasa—imagine dragons ya di bawah situ terasa penuh banget wkwk. Dan apa yang terjadi? Tamponnya tetap bocor, saya harus rajin ganti setiap 4 jam, di toilet-toilet durjana. Sempat tembus tidak? SEMPAT banget apalagi pas itu saya pakai celana jins. Akhirnya saya cuci dan jemur di penghangat ruangan. Keringnya kapan? KAGAK KERING ya monmaap.
4. Jepang
Negara asal Doreamon ini terkenal dengan kualitas barang-barangnya yang oke punya, termasuk pembalut. Meski saya beli yang paling murah, kualitasnya bagus lho! Pembalutnya lebar, kering, menyerap banyak, juga nyaman dipakai. Toilet umum yang ada di pertokoan dan mall pun bersih dan berfungsi dengan baik, sehingga mau bebersih juga nyaman sekali. Paling enak ketika menemukan kakus dengan dudukan hangat, bisa bantu merilekskan dismenore. Nyaman sekali aah seperti surga~
Toilet di Jepang selalu sedia sanitary-bin dan toiletnya selalu ready tisu—mereka tidak akan membiarkannya habis! Lucunya, mereka menginstruksikan tisu untuk dibuang di toilet, bukan di tempat sampah dikarenakan tisunya bisa larut dalam air. Pokoknya mens di Jepang nyaman sekali seperti rumah sendiri. Saya malah jadi ketagihan main ke toiletnya dan rajin bebersih pembalut wkwk.
5. Korea Selatan
Nah ini sama dengan pas di London, durjana sekali memang kalau mens di negara yang gak pakai shower cebok/bidet. Bisa menghabiskan banyak tisu entah basah atau kering. Paling nelangsa kalau bebersih sekalian poop, duh gak tahu lagi jijay bajaynya dobel dobel!
Meski penuh dengan perjuangan, untungnya pembalut di Korea Selatan kualitasnya bagus. Permukaannya lebar, daya serap tinggi, dan kering (meski gak sekering pembalut Jepang). Yang paling saya suka adalah permukaannya lembut, meski ketebalan pembalutnya lumayan gengges—mungkin kalau yang agak mahal bisa lebih tipis kali ya, ogut kan beli yang buy 1 get 1. Bagaimana dengan toilet umumnya? Terlepas dari gak adanya shower cebok, toilet di Korea dijaga betul kebersihannya meski sering saya temui cewek-cewek yang senang bersolek itu suka jorok juga (FYI, toilet sering kali penuh bukan karena pada beser melainkan banyak yang touch up).
Ada cerita konyol saat saya mens di Korea. Jadi pas itu saya habis pulang dari jalan-jalan melihat hanok. Saya naik kereta dan kebetulan itu adalah hari kedua saya menstruasi. Kondisi di bawah sana sudah terasa seperti aliran deras sungai yang siap-siap meluap. Saya pun duduk dan gak banyak gerak. Lalu ketika kereta sudah sampai di stasiun tujuan, saya berdiri dan menuju pintu keluar. Entah kenapa saat itu saya ingin menengok kursi yang saya tinggalkan, penasaran apakah saya tembus atau gak.
Dan ternyata saya tembus dong! DUH SOMPRET! Oma-oma yang hendak duduk pun menunjuk noda durjana itu. Saya kebingungan tapi posisi saya sudah di pintu keluar kereta. Dan akhirnya saya pergi gak bertanggung jawab. Saya menyesal sampai sekarang. Kenapa gak balik saja lalu saya bersihkan ya? Kenapa? Whyyyy? Padahal saya bawa tisu basah dan ketinggalan satu stasiun kan sebenarnya gak masalah. Maafkan saya oma, maafkan saya Korea.
6. Nepal
Saya sebal sekali bisa-bisanya mens saat di Nepal. Bukan karena tidak ada shower cebok atau toilet umumnya nggilani, tapi karena mensnya pas banget ketika saya inap di hostel bagus yang pakai bath-tub dan pemandangannya langsung Puncak Macchapucchre. Gagal deh adek mau mandi mesra sama abang~
Pembalut Nepal kualitasnya lumayan bagus, meski memang jarang sekali ada yang tipis dan kebanyakan toko jual yang ukuran standar sekitar 20 cm. Potongan motif permukaannya pun biasa, gak ada love-love seperti pembalut Korea atau garis-garis pinggir tidak berguna seperti pembalut Inggris. Pembalut paling simpel tapi daya serap oke adalah milik Nepal.
Pengalaman berbeza juga adalah toilet umum di Nepal tidak menyediakan sanitary bin khusus dan secara Nepal sudah less-plastic, jadi saya bingung mau bungkus sampah pembalut bagaimana. Jadi lah saya pakai wadah bekas bungkus ciki atau kacang untuk simpan pembalut bekas lalu buang di tempat sampah.
7. Jerman
Ada dua kabar baik dan buruk dari pengalaman menstruasi saya di Jerman. Kabar baiknya adalah saya sudah mulai menggunakan menstrual cup, sehingga gak perlu khawatir soal sampah, bungkus pembalut, atau bau gak sedap saat hendak ‘bersih-bersih’. Sangat menyenangkan!
Kabar buruknya adalah, toilet di Jerman (dan negara Eropa lainnya) gak pakai bidet atau jet shower untuk cebok. Karena itu lah saya gak bisa bilas menstrual cup dengan air dan harus menggunakan tisu basah, termasuk untuk cebok. Dulu ada yang kasih tips bawa botol minum yang ujungnya semprotan gitu, tapi saya prefer tisu saja karena lebih ringkas.
Kabar buruk berikutnya adalah kebanyakan toilet umum itu berbayar. Iya. BERBAYAR. Oooh tentu saja hitungannya bukan pipis 1000 perak dan eek 2000 perak, tapi pakai euro dan biasanya sekali masuk bayar €1 – €1,5 atau sekitar Rp16ribuan. Makanya kalau ke toilet umum, pastikan kamu memaksimalkan aktivitas misalnya sekalian sikat gigi, cuci muka, cuci baju, atau cuci kolor.
8. China
Saya gak mens pas ke China, tapi sedang mengalami keputihan yang membuat saya tetap memakai menstrual cup ukuran kecil demi menjaga kebersihan celana dalam, sehingga lumayan lah ya punya pengalaman (mirip) mens. Saya kasih tahu ya, mens di China adalah seburuk-buruknya kabar buruk.
Ini bukan tentang bau yang gak karuan—karena saya menghindari betul toilet umum yang umum banget, tapi karena toilet di China KAGAK ada bidetnya, JARANG BANGET ada tisu, dan kebanyakan adalah squat toilet alias WC jongkok. Sebalnya lagi, toilet, WC, dan airnya akan tetap dingin di musim dingin. Cry banget sudah bebersih menstruasi susah, pas cuci tangan pun kena air sedingin es, padahal udara sekitar sudah dibiarkan dingin.
Kok gak ada nilai plus-nya sih? Ada kok. Toilet di China kebanyakan gratis! Petugas kebersihannya pun disiplin bekerja dengan baik, khususnya di toilet umum yang bukan seumum-umumnya kayak di rest area bus antar kota ya. Kalau mau nikmat, mending ke toilet di mall bagus. Meski sama saja ya untuk urusan dingin-dingin, tapi setidaknya tisu selalu tersedia, lantai kering, dan sabun cuci tangannya harum.
Mens pas traveling memang penuh cerita (kadang derita juga wkwk). Tapi begitulah perjalanan, mengajarkan kita untuk adaptasi dan survive apapun kondisinya, juga membuat kita kreatif dalam menemukan solusi. Tulisan ini akan saya update ketika ada cerita baru di negara lain. Menunggu itu, saya ingin dengar cerita teman-teman semua ketika mens pas lagi traveling dong.
19 Comments. Leave new
duh, pengen ketawa tapi kok gimana ya, mbak…
tapi emang nyebelin kalo pas banjir-banjirnya trus toilet gak ada aer. meski aku selalu bawa botol tapi nggak puas ngguyurnya. hahaha
assalamu'alaikum,
mo ikutan giveaway yes,
udah follow ig juga.
nah, inilah salah satu tulisan yang paling aku suka di blog ini.
soalnya gimana ya…. seru dan rada-ngenes gitu, bikin ngakak tapi kok berasa jahat, ngakak di atas penderitaan orang lain.
tapi emang aku tuh orangnya butuh hiburan banget sih. hahaha
nama: Dita
IG: @jagungmanisjalanjalan
blog: https://www.jagungmanisjalanjalan.com
email: sambalsunti[at]gmail[dot]com
Mbaaa, pake tampon itu gimana siiih hahahaha, sampe skr ga berani pake tampon, krn mikirnya takut terlalu masuk dan ga bisa diambil lg wkwkwkwk…
Aku jrg mens pas traveling krn memang udh itung2an sbnrnya kapan wkt haid. Tp pernah juga sih, cm itupun udh pas hari akhir, jd cuma flek. Eh btw di jepang, kalo buang pembalutnya perlu di bersihin dulu darahnya kah? Ato cukup digulung dan dimasukin ke bin khusus nya? Ini pas aku ke jepang january besok, kayaknya bakal haid sih. Khusus jepang aku rada parno kalp sampe salah membuang sampahnya hahahahaa…
Ini diriqu nelangsa tambah diketawain wkwkwk. Kalau mens bocor itu pakai botol sebiji gak cukup mba, butuh yang bisa semprot dan banyak. Apalagi yang pas gak bawa tisu basah, wah durjana~~
WC di Jepang itu emang toilet surgawi yang pernah aku coba seumur hidup hahaha. Segala macem semprotan buat cebok ada! Toiletnya juga di mana-mana bersih.
Baru tahu kalo toilet di Inggris jorok (soalnya belum pernah ke sana juga hihi). Model-model WC-nya mirip dengan di Aussie, tapi kalo di Aussie toiletnya mostly bersih sih–bahkan yang di ujung pulau atau di gunung sekalipun. Plus selalu ada tisu.
Pertanyaanku, kalo di Nepal masih ada dijual pembalut yang kayak di mari, trus nggak ada sanitary bin, biasanya pada buang pembalut bekas di mana? Hmmm. Thank you for sharing pengalaman uniknya Mbak 🙂
DIH KOK SAMA BANGET SIH! lol maaf capslock, aku selalu banget juga lohhh mens pas lagi travelling yang paling kesel sih pas di jepang karena mahal harga padsnya hahahha tapi yg paling nyakitin pas ke spore karena ujan dan itu lagi hari kedua pas di USJ. Sakit bangeeeeeeeeeeeettttttttt.
Ya ampun ini postingan traveler paling menarik dari yg selama ini aku baca. Kebutuhan utama perempuan yg selalu membuatku bertanya-tanya dalam hati, terutama yg naik gunung itu. Disana cebok dimana? Di sungai kah? Pembalut bekasnya dibuang kemana? Aku nggak nyangka juga ternyata Inggris & Korea itu jorok. Masih mending di Jawa dong ya, toilet2 pom bensin skrg bersih2. Bisa nunut di alfamart & indmaret juga.
Aku juga awalnya mikir begitu, takut masuk terus njelungup ke dalem wkwk. Tapi gak kok. Dan pakainya sebenarnya lebih simple dari bayanganku, asal tenang dan santai.
Di Jepang aku tergantung. Kalau pas di toilet umum gak aku bersihin, lha gak ada semprotannya. Kalau di hotel kan ada showernya, jadi aku bersihin pembalutnya baru digulung dan dibuang. Di Jepang cenderung aman sih, semua sangat manusiawi 😆
Hahahaha duh, ya bagus kalau menghibur, semoga ada manfaatnya juga yah, jadi ada gambaran buat siapa yg jalan-jalan pas menstruasi. Aku pun suka lucu lucu bingung juga kalau pas mens dk negara baru. Ini harus gimana, ada aturan tertentunya apa gak, suka takut menyalahi kebiasaan setempat wkwk
Di Nepal aku buang ditempat sampah umum yg tertutup dengan sebelumnya pembalut udah aku bungkus. Yg ribet karena di Nepal sudah gak ada pelastik kresek, jadi akan bingung bungkusnya kalau gak bawa kertas atau koran, bungkus bekas ciki, atau bungkus makanan. Kualitas pembalutnya bagus kok, mudah dibersihkan jadi lumayan lah gak menderita-menderita amat wkwk
Hahahaha di Jepang mana ada sih ya yang murah, Mba Ismaya. Tapi kualitas pembalutnya bagus, nyaman pula dipakai. Waduh paham banget rasanya pas lagi sakit-sakitnya di tempat seru! Tapi biasanya dopamin itu mengalahkan segalanya lho! Happy happy bisa bikin lupa sama dismenore~~
Wah makasih Mba Lusi. Iya kalau naik gunung lebih luar biasa effortnya. Cebok pakai air minum dan harus irit-irit, syukur kalau ada sumber air. Terus harus bawa tisu basah dan semua sampah itu harus kita bawa turun lagi, jadi wajib bawa plastik 🙂
Makasih mbak tulisannya. Lumayan bisa nambah info. Masalah yang krusial banget buat cewek soalnya. Hehe..
Yup, sama sama Siti. Memang krusial banget, apalagi kalau yg tipikal dismenore kayak saya, sebisa mungkin pas mens di luar negeri tuh gak bikin susah wkwk.
Saya paling was-was kalau mens pas lagi pergi liburan hahaha, especially kalau menginap di hotel atau tempat penginapan seperti Airbnb yang seprainya putih. Takut tembuuuus kakaaaak :3 Jadi setiap kali mens dan sedang nggak di rumah alias liburan, saya selalu tidur beralaskan handuk 2 lapis biar kalau tembus nggak sampai buat kotor kasur orang 😛
Ngomong-ngomong, setuju sama padsnya Korsel, memang bagus kualitasnya, terlalu bagusnya sampai dulu saya pernah bawa pulang 2 pack besar untuk stock kalau lagi nggak di Korea. Hehehe. Cuma sekarang pakai mens cup jadi lebih nyaman dan nggak begitu banyak kekawatiran seperti sebelumnya 😀
Thanks for sharing mba, as always, selalu fun baca tulisan mba :>
Haiii creamenoo~
Iya gak enak banget kalau sampe tembus ke kasur pas lagi inep-inep gitu, gak tega juga sama yang nyuci. Biar kamu juga gak ribet nyuci, mending dialasin koran aja, jangan handuk. Sayang juga~~
Sama-sama, nanti diupdate lagi kalau ada pengalaman mens yang baru yaa.
Mohon maaf banget Mbak aku ketawa cerita mens di Jerman ahahahaha 16ribu buat pipis doang kok ya gimana ((':
Persoalannya rata-rata toilet yang nggak ada bidet ya. Aku aja kemarin nginap di salah satu resort Bali, kamar mandinya nggak ada bidet lho. Suer aku bingung hahahaha
Wkwkwk ya gapapa, aku juga ketawa kalau inget inget lagi. Iya paling sedih kalau gak ada bidet dan toiletnya mahal dan kalau pas kotor. Sedih lah. Mau balik penginapan kok ya jauh, toilet umum sedih, hemmm…
Nah ini, entah kenapa ada juga toilet Indonesia yang ngikut-ngikut luar negeri. Mungkin gak pake bidet biar tangan bebas gak sentuh sana sini ya. Tapi kan jadi makin jorok gak sih, apalagi daerah intim gitu. Kalau tangan bisa cuci di wastafel. Sungguh misteri…
Greetings!
I hope you are doing well. I am reaching you to contribute a guest post article to your website.
This is a simple 3 step process:
1. I will send you some interesting topic ideas for a guest post
2. You will choose one topic out of those topic ideas
3. I will send you a high- quality article then on your chosen topic
Please note that I would just need a backlink within the main body of the article. Let me know if we shall start with the first step?
Regards,
Zoe Ramzy