Hari itu angin berhembus sejuk dan matahari tampak lebih bundar dibandingkan hari-hari kemarin. Mendung pergi, burung-burung piknik keluar sarang ikut merayakan selesainya perbaikan salah satu sisi jalan kota Interlaken. “Orang sini suka sekali festival,” kata Johanna, adik grosmami—ya bisa dibilang juga dia eyang kami from far far far away, tentang Strassen Fest. “Apalagi jalanan di sini sering rusak, jadi setiap ada proyek selesai, mereka akan merayakannya dengan membuat festival seperti ini.”
Interlaken adalah kota mungil sederhana, yang begitu beruntung bisa berada di antara dua danau besar, Brienz dan Thun, juga di kaki The Bernese Alps with three beautifully seen peaks: Eiger, Mönch, and Jungfrau. Saya menempuh jalur danau untuk menuju ke sini. Cruising from Thun, berhenti di beberapa kota kecil seperti Einigen, Spiez, Faulensee, Merligen, dan Neuhaus, lalu menepi di Interlaken West. Kalau gak suka naik kapal, kamu bisa naik kereta yang selain harganya lebih murah, pemandangannya pun gak kalah indah.
Apakah kalian sudah bisa menebak cerita perjalanan ini? Pasti sudah, cerita tentang Swiss selalu mudah ditebak. Tapi cerita ini bukan cerita membosankan tentang menikmati kota kecil nan indah, ada gunung salju di satu sisi dan lintasan biru terang Sungai Aare di sisi lainnya, makan raclette sandwich, menyaksikan festival dan ketemu cowok ganteng penjual sayur, lalu naik ke Harder Kulm untuk menikmati puncak tertinggi Interlaken.
Ini justru tentang rasa bosan.
6 Comments. Leave new
ahhhh pemandangannyaaaaaa, aku suka warna turqoise sungainya :D.
dipikir2, moment yg sampe aku bisa ngerasa bosen gitu, pas di manila sih.tp beda ama kamu yg ngerasa interlaken too perfect, kalo aku krn terlalu miriiip ama indonesia hahahaha.jd sumpah bosennya g ketulungan.. tp biar gimana, setidaknya kan udh melihat langsung dulu :D.jd tau seperti apa
Aku ngrasain kek gitu waktu di inggris di brighton makanya aku milih tidur dan dengerin semua suara alam trus ketiduran dan seger lagi
Gepeng
-nama yang paling sering disebut di blog ini-
Ini mesti Mba Fanny stay di Manila lebih dari sehari deh kayaknya, aku sehari di sana belom bosen, tapi kayaknya emoh kalau lama-lama, berasa lagi berperang di tanah abang hahahaha.
Setiap setelah blogwalking kemana-mana, aku selalu akhiri kesini apalagi kalo lagi pengen melihat dunia dari sudut pandang lensa kamera mbak justin, juga storytellingnya tentunya.
pertama, itu aer sungai kok bersih amat, ya… mana biru turquoise pulak. kayak yg ga real gitu ya kalo dibandingin sama perkotaan macam Bandung atau Jakarta, hehe…
kedua, ternyata bisa dapet rasa yang bikin mood turun jg ya meskipun berada di tempat yang sebagus itu, dan ternyata masalahnya tetap mengenai diri sendiri. Jadi dimanapun kita berada, ngobrol sama diri sendiri selalu lebih penting.
Tapi, aku ga akan mudah percaya, aku ingin ngerasain sendiri ke swiss, ngerasain sendiri dapet bad mood di tempat sebagus swiss, dengan udara sebersih dan sedingin swiss yang melewati paru-paruku sendiri.
Intinya pengen jalan-jalan luar negara juga, mbak… hehe
as always, foto-fotonya teramat menarik, aku selalu merasa diajak jalan-jalan.
Terima kasih mbak justin! dan mas gepeng
Ady makasih mampir terus ke sini, bikin aku baca-baca lagi tulisan lama dan jadi nostalgia. Aku memang biasanya selalu punya waktu ‘sendirian’ pas pergi ke mana pun meski di sana lagi berdua Mas Gepeng atau rame-rame sama teman. Gak butuh banyak, 5-10 menit ngobrol sama diri sendiri entah sambil duduk atau jalan kaki, udah nyaman banget rasanya.
Btw bener itu, kamu harus rasain sendiri. Meski tempatnya sama, pasti pengalamannya beda. Apa yang aku lihat, belum tentu sama persis. Apalagi kamu kan fotografer, pasti punya perspektif sendiri. Ditunggu ceritanya main ke Swiss ya, jangan lupa jajan pie keju di supermarket.