Kunjungan balik ke Banjarmasin untuk kedua kalinya, super excited karena kami sambil ngerayain Idul Adha bersama keluarga dan teman-teman baik saya. Beruntungnya lagi, kami dikasih ide-ide segar tentang tempat dan kuliner apa yang akan kami cicip kali ini, semuanya berbeza sama kunjungan kami tahun lalu. Apa saja? Cekidot.
BUKIT-BUKIT DI PELAIHARI
Tau kah kamu ternyata di Banjarbaru ada banyak bukit? Ada yang namanya Bukit Teletabbies, Bukit Lintang, Bukit Rimpi, dan lain-lain. Saya main ke bukit dua kali, yang pertama bersama keluarga saya, lalu hari berikutnya dengan teman baik saya. Ada dua kegiatan main ke bukit, satu persamaannya yaitu kami sama-sama tidak tau kami berada di bukit apa hahaha. Terima kasih Google Map, kamu telah membawa kami ke tempat antah berantah. Apa saja yang bisa dilakukan saat berada di tempat yang kita tidak tau sama sekali? Tentu saja, bersenang-senang.
Perjalanan kami tempuh dengan mobil. Jalan menuju bukit dikeliling oleh kebun sawit dimana kalau ada kebun sawit, disitu ada jalan dengan kontur naik turun hasil pijakan truk-truk besar. Beberapa kali mobil Avanza kakak ipar saya kena bentur dibagian bawah mobil, meski tidak parah, tapi tetap saja bikin ngilu. Lebih sedih lagi karena besoknya kami ke bukit naik Nissan March. Bukan hanya bentur, tapi mobil tersangkut beberapa kali. Kasihan. Padahal baru di servis.
Setelah tau bahwa kami kesasar dan Google Map tidak tau harus berbuat apa, kami menuju bukit kecil yang landai dan cukup tinggi. Diatas sini suasananya sejuk sekali. Angin kencang, dingin, pemandangan ciamik, cerah, terang, bebas pokoknya. Ada beberapa sisa sampah, hal itu jadi bukti sudah ada yang pernah nongkrong disini sebelumnya dan punya kelakuan buruk.
Di hari kedua, kami menikmati sore dengan jalan-jalan di padang rumput. Meskipun lagi-lagi tidak mencapai bukit, tapi kami punya sore yang menyenangkan. Mas Gepeng juga sepertinya senang karena bisa ketemu eek sapi yang banyak hahaha. Eh tapi beneran banyak lho! Mereka seperti buang air masal. Awalnya kami jalan menanjak menuju kandang sapi. Sayangnya saat itu tak ada satu pun sapi disana, mereka sedang jalan-jalan turun bukit.
Sebenarnya banyak sekali hal yang bisa dinikmati meskipun bukan di bukit. Seperti quote-nya para host MTMA, keseruan itu kita yang ciptakan. Jadi dimana saja bisa seru. Main di padang rumput seru, dibawah bukit juga seru. Sebaiknya pulang jangan terlalu malam karena tidak ada lampu disekitaran bukit dan kebun sawit, jadi demi menghindari hal-hal yang menyedihkan sebaiknya pulang selagi terang.
SATE RUSA, BANJARMASIN
Depot Sate Kijang sebelumnya out of radar saya sama sekali. Sampai Abi, orang Cimahi yang hapal betul dengan Banjarmasin mengajak saya dan Mas Gepeng untuk cicip sate yang harganya Rp6500 per tusuk ini (mahal benar ya). Meskipun namanya begitu, daging yang mereka sediakan itu daging rusa, saat kami pesan pun mereka menyebutnya sate rusa. Daging-daging ini secara periodik diantar dari Kalimantan Tengah karena di sisi selatan sini jarang ada ada rusa.
Menurut Mas Gepeng, daging kijang taste like chicken. Tapi buat saya daging ini punya rasa dan tekstur yang sama sekali berbeda baik dengan ayam, kambing, atau sapi. Daging kijang punya tekstur serat yang lebih tebal dari ayam tapi lebih tipis dari sapi. Empuk dagingnya berbeda, tidak terlalu lembut, sedikit lebih kenyal dari ayam, tapi lebih mudah dikunyah ketimbang daging sapi.
Kalau makan satenya, daging rusa akan dibumbui pasta kacang yang manis serta campuran minyak sayur. Rasanya enak! Daging rusanya pun gurih lembut dan aromanya sedap sekali! Saya kira aromanya akan seperti anyir-anyir gitu karena kebayangnya rusa ya ditombak lalu dimasak dengan api unggun. Tapi ternyata aromanya sedap lho, biasa saja tidak amis atau anyir. Aroma daging bakar enak.
Selain sate, saya juga pesan daging rusa goreng. Bahagia banget lihat dagingnya tebal banget, seperti mau makan steak! Potongan besar daging rusa dimasak bersama bumbu kecap hingga bagian luar daging menjadi garing. Dimasaknya agak lama, mungkin ingin bumbunya meresap sampai dalam.
Makan daging rusa goreng membuat saya lebih tau rasanya daging rusa. Enak banget! Empuk! Luar biasa lah. Teksturnya lebih terasa dan sungguh lembut sekali. Saya kira dengan warnanya yang hitam pekat akan bikin daging ini berasa seperti dendeng manis, ternyata tidak kok. Rasanya dagingnya yang khas dengan bumbu manis ini pas banget. Pastikan kamu coba ya kalau ke Banjarmasin.
MENCARI BEKANTAN, JEMBATAN BARITO
Lagi-lagi ini adalah ide menarik Abi. Mungkin karena dia seorang jurnalis jadi punya banyak referensi mengenai hal-hal seru di Kalimantan, seperti kali ini dia ajak saya dan Mas Gepeng untuk mencari monyet bekantan yang hidup di Pulau Bakut, dari pinggir Jembatan Barito. Buat saya yang hanya pernah lihat patung bekantan dan berbagai bentuk kartunnya di Dunia Fantasi, tentu kegiatan ini bikin saya semangat!
Pulau Bakut adalah habitat asli bekantan, monyet khas Kalimantan, yang terletak persis dibawah Jembatan Barito. Nama Bakut diambil dari nama ikan yang dulu banyak hidup di sungai Barito, entah sekarang masih ada atau tidak. Sedangkan bekantan sendiri adalah hewan yang dilindungi, jadi kalau kamu mau melihat kehidupan asli bekantan, pastikan kamu tidak berlaku jahat ya misalnya si monyet ditimpuk batu atau buang sampah sembarangan atau kalau pas dia mendekat kamu tarik buntutnya yang panjang atau pencet hidungnya yang besar. Jangan.
Saat jalan balik ke mobil, saya malah melihat para bekantan lagi main di pinggir sungai. Ada banyak, ada empat! Senang bangeeeet! Mereka ada yang mandi, ada yang nongkrong, ada juga yang cari makan (mungkin cari sayur buat campuran mie instan). Seru sekali lho! Kelihatan tidak itu yang coklat coklat?
Kalau mau melihat lebih dekat, kamu bisa naik kapal kelotok yang melayani wisata ke Pulau Bakut. Kamu bisa menemukannya d tepian-tepian sungai, dermaga pasar terapung, dan di sekitar Jembatan Barito.
RAMEN AKASHI, BANJARBARU
Beberapa makanan khas Banjarmasin sudah pernah saya coba dan semuanya favorit (bisa baca ditulisan saya terdahulu disini). Yang saya coba kali ini bukan makanan khas, tapi salah satu yang terbaru di Banjarbaru. Namanya Ramen Akashi. Kedai makan ini milik orang asli Jepang yang bernama Takeichiroh Seiki.
Sebelumnya, ia menjadi manajer restauran Jepang di Surabaya dan kini membuka restauran milik sendiri di Banjarmasin. Sebenarnya agak bingung alasan kenapa ia menyasar pasar Kalimantan untuk menjual ramen, karena menurut saya makanan ramen terlalu ‘jauh’ rasanya dibandingkan dengan makanan asli Banjarmasin yang sangat full-spices.
Tapi siapa sangka, keberanian itu malah jadi nilai tambah karena memang ramen ini rasanya enak dan dengan adanya dua cabang baru di Banjarbaru, berarti peminat ramen ini lumayan tinggi.
Sang pemilik sendiri sebelumnya sudah bekerja di berbagai restoran ramen di beberapa negara, namun untuk resep ramennya sendiri, dia menciptakan olahan khusus dengan menyesuaikan beberapa bahan yang biasanya ada di ramen Jepang dengan bahan yang ada di Indonesia. Ada dua menu yang kami cicip di Ramen Akashi: Kazuki Ramen dan Pepper Cheese Ramen. Kedua menu disediakan dengan pilihan porsi small dan full, jadi lumayan bagi yang tidak terlalu lapar bisa pesan menu kecil.
Foto diatas adalah pepper-cheese ramen porsi full. Satu mangkuk berisi mie ramen, telur ayam setengah potong, jamur kuping, chicken karage, daun bawang, keju singles, dan kuah sup berwarna putih. Kuah sup secara umum rasanya gurih dan creamy seperti susu, mungkin karena mirin yang biasanya ada di ramen Jepang diganti dengan madu jadi agak manis. Sebenarnya ada taburan pepper tapi kurang berasa, jadi saya tambahkan cabai bubuk biar lebih mak-deng gitu pedesnya haha.
Tapi saya suka ramen ini. Bedanya sama ramen kuah putih yang biasa ditemui di Jakarta adalah kalau yang ini lebih light dan gurihnya familiar gitu, kalau yang biasa di Jakarta rasanya miso banget, jadi berbeda.
Tapi kalau urusan kuah, menu Kazuki Ramen punya kuah yang jauh lebih lezat dari yang pepper-cheese. Tidak tau ada tambahan campuran apa, tapi rasanya bener-bener lebih sedap, seperti lebih banyak campuran kaldu ayamnya. Enak! Warnanya juga agak lebih butek, jadi mungkin memang ada campuran bumbu tambahan. Dari satu mangkuk ini yang paling saya suka malah chicken karage-nya. Enak, ayamnya tebal, kulitnya sedap (mirip nugget pokpok), kena kuah-kuah ramen jadi lebih enak lagi.
Meskipun sempat merasakan hampir 12 jam mati lampu dan sudah kelojotan banget saking kepanasannya, tapi saya selalu suka main ke Banjarmasin. Selalu ada cerita baru dan petualangan yang menyenangkan. Dan apakah setelah baca tulisan ini kamu jadi pingin main ke Banjarmasin? Mau cicip kulinernya atau mendaki bukit? Apapun itu jangan lupa bawa payung dan kipas baterai ya.
6 Comments. Leave new
Semua yang dibahas di sini belum pernah dicoba. Padahal aku tinggal di banjarmasin. Ha
Apa rasanya ya sate rusa, aku belum pernah nyobain… Ternyata banjarmasin cantik ya
Wah hahaha. Cobain gih, nanti kalo ada yang baru kabarin yah 😀
Enak lho! Apalagi kalo digoreng kecap gitu dan dagingnya tebal, duh! Iya cantik sekali. Pinggir sungai atau atas bukit, sama cantiknya 🙂
Banjarmasinnn tempat tinggal nisa hehe
Tapi gak pernah coba makan sate rusa. Padahal asli orang banjar ���� haha
Cobain, Mba Nisa. Unik sekali rasanya, dan jarang juga ada tempat makan yg menyediakan hidangan daging rusa. Ceritain yaa kalau udah coba~~