“Airport is the least aimless place in the world. Everything about the airport is destination”, begitu kata Anya pada buku novel Critical Eleven. Tapi buat saya, bandara adalah tempat penuh misteri. Bandara tempat bertemunya mata dengan hal-hal mengherankan tentang fenomena sosial atau struktur bandara itu sendiri. Berikut adalah beberapa keheranan yang sering saya temui selama mampir ke bandara dan mencoba menganalisisnya semendalam yang saya bisa.
1. Kenapa orang suka menaruh tas/barang bawaan di kursi sendiri?
Fenomena ini memang sudah common sekali ya di Indonesia. Tapi percayalah, di Inggris pun saya menemukan hal yang serupa. Saat di dalam bus dari Liverpool menuju London, saya masuk paling belakangan. Saya pun menyisiri jajaran kursi dari depan ke belakang untuk menemukan tempat duduk. Tahu tidak, hampir seluruh penumpang duduk sendiri dan kursi sebelahnya ditaruh tas/barang. Hal ini menyebalkan sekali lho.
Jika kondisi ini terjadi di boarding room, kira-kira alasan kenapa tas itu ‘duduk’ di kursi adalah karena di beberapa bandara, letak kursi yang satu dengan lainnya sangat dekat. Antar dengkul hanya berjarak sekitar 20 cm jika duduk normal berhadapan. Dengan barang bawaan seukuran kabin entah koper atau duffle bag atau daypack, jika ditaruh di bawah akan menghalangi laju atau pergerakan orang lain. Jangan harap ada yang mau pangku barang bawaan sendiri, lagi menunggu harus santai dong. Jadi jalan yang ditempuh adalah dengan menaruhnya di kursi.
Alasan lainnya adalah mungkin orang kita ini malas jika harus ada orang tidak dikenal yang duduk bersebelahan. Alasannya macam-macam, bisa malas diajak ngobrol, malas ditanyai, malas kena bau badan, malas mencium bau kaki, malas mendengar orang menelepon keras-keras, malas mendengar atau diajak orang bergosip, malas melihat orang jelek, dan malas-malas yang lain. Jadi sebelum itu terjadi, sudah membuat ‘benteng’ duluan dengan menaruh barang di kursi sebelah.
2. Kenapa orang suka menyorak saat ada info penerbangan delayed?
Beberapa waktu lalu melalui InstaStory, saya melihat Raisa memposting bahwa dirinya kena delay 4 kali dengan tag lokasi di terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta (bahkan pesawat sekelas Garuda pun bisa delay lho gengs!). Untuk pengguna maskapai komersial seperti ini, delay adalah hal yang lumrah dan bisa terjadi pada siapa saja, termasuk Raisa.
Saya termasuk orang yang meyakini bahwa delay pesawat adalah hal yang, ya sudah lah, mau gimana lagi. Namanya juga risiko operasional (bisa juga jadi risiko finansial bagi yang sedang bisnis sih). Tapi yang saya bingung, ketika pengumuman delay disampaikan pada pengeras suara, para penumpang (biasanya) langsung menyorak “huuuuu” atau “wuuuuu” atau “haaaaaahh” atau “hahelaaaahhh” dibarengi dengan tepukan tangan ke paha dan tulang punggung yang tahu-tahu lemas. Buat apa? Memangnya si pilot bisa dengar lalu dia kebut biar cepat sampai? Atau memangnya dengan sorakan lalu pihak maskapai bakalan samperin lalu kasih voucher menginap satu-satu supaya tidak marah?
Saya rasa hal sorak-menyorak ini pada hakikatnya hanya ingin mengaspirasikan kekecewaan semata dan semakin ramai semakin seru. Wajar memang. Kalau kita kecewa dengan pengendara motor di jalan yang ugal-ugalan, kita bukan hanya bersorak tapi pakai misuh segala. Jadi ya tidak ada alasan khusus, hanya ingin mengaspirasikan kekesalan supaya tidak jadi jerawat.
3. Kenapa WiFi bandara di Indonesia itu selalu hidup segan mati tak mau?
WiFi bandara paling mendingan itu ya Terminal 3 Ultimate, sisanya myeh. Padahal ini penting lho. Masa baru sampai Yogyakarta tidak bisa InstaStory atau pesan ojek online hanya karena WiFI tidak mumpuni? Bayangkan turis yang datang dari India atau Jerman, sebelum mereka beli Sim Card lokal, pasti mengandalkan WiFi dulu (seperti yang selalu saya lakukan ketika di luar negeri).
Menurut saya kenapa WiFi kita masih katro begini adalah karena router-nya disembunyikan oleh orang tidak bertanggung jawab yang mau Youtube-an sampai keriput. Ketika di Nepal, negara yang tidak semodern kita, saya sempat bete karena WiFi tidak ada sinyal sama sekali padahal mau buka e-mail. Ternyata di boarding room sebesar itu, router hanya ada di satu tempat dan tinggi sekali. Jadi lah saya duduk persis di bawah router. Nah di bandara kita, sepertinya router disembunyikan atau berada di lokasi yang susah dicari sehingga sinyalnya pun kesasar. But don’t rich people difficult lah, negara kita memang mengajarkan untuk menjadi orang yang tidak berekspektasi tinggi dengan fasilitas mumpuni. Dan saya memang tidak pernah lagi mengais-ngais WiFi di bandara Indonesia, makan ati!
4. Kenapa suasana boarding room seringkali terasa seperti terminal?
Beberapa bandara yang ada di kota-kota besar Indonesia, baik yang berstatus bandara internasional atau tidak, kadang masih terasa seperti berada di terminal. Bukan karena ada tukang onde-onde atau tongtol yang keliling jualan, melainkan suasana ramai dan berantakan seolah kita bukan menunggu pesawat tapi bus antar kota Sinar Dempo. Ini pesawat lho gengs, harga tiketnya saja bisa 5 kali lipat dibandingkan harga bus. Dibuat ekslusif sedikit tidak masalah bukan?
Hal ini menurut saya tidak keren karena kurang fancy gitu kalau mau update status di sosial media. Kenapa ya? Apa mungkin memang kita senang dengan bangunan-bangunan konvensional dan ketika mau renovasi pun malas. Mending pindah dan bangun baru, tidak sih? Seperti bandara Kualanamu, atau calon bandara baru Jogja. Mungkin ada faktor kebutuhan lahan yang lebih besar, tapi ya memang lebih mudah membangun yang baru daripada memperbaiki atau memaksimalkan yang sudah ada. Kantor saya yang bangunannya sudah berdiri sejak 1985 pun begitu. Bolak balik lift diperbaiki tapi tetap saja mengandung horor. Gosipnya kantor mau dipindah saja karena gedung ini terlalu bobrok untuk diperbaiki. Sedih.
5. Kenapa kebanyakan restoran lokal di bandara itu harganya mahal tapi rasanya biasa saja?
Tentu saja, uang operasional sudah habis digunakan untuk bayar pajak sewa tempat sehingga untuk belanja garam, bawang putih, atau kaldu ayam asli pun sudah tidak tersisa banyak. Memang berapa sih harga sewa lounge untuk jualan makanan di bandara? Meski di sini tidak dipaparkan secara transaparan, saya taksir harganya lebih mahal ketimbang kontrak rumah di Jakarta Selatan. Jadi tidak bisa dipungkiri, micin jadi andalan utama dan micin berkualitas rendah sepertinya banyak digunakan disini.
Tapi jujur, saya kasihan. Tak lama mereka akan kalah oleh restoran fast-food-chain dan supermarket yang menyediakan mie instan gelasan. Padahal kan enak jika di bandara bisa makan bakso atau mie ayam, tapi kalau rasanya sudah seperti air daun bawang jadi sedih juga.
6. Kenapa petugas counter check-in suka mengobrol dan bercanda saat melayani calon penumpang?
Pernah mengalami tidak, saat kita menyerahkan KTP dan kode booking, lalu petugas mengecek tapi kepalanya nengok ke sebelah dan melanjutkan gosip yang tertunda atau sekedar “Eh ceu, gue heran deh tadi si X ngapain ya nyamperin pacarnya di belakang? Bukannya mereka lagi berantem”, terus petugas sebelahnya menanggapi “Iya yah ceu, kasihan gue lihatnya, tinggal baikan aja susah banget ya ceu”, lalu mereka berdua cekikikan. Apaan sih?
Saya percaya bekerja di balik desk seperti itu memang membosankan dan bergosip atau mengobrol cekikikan bisa menambah ceria suasana kerja. Tapi saat sedang berhadapan dengan calon penumpang mbok ya service excellent gitu. Calon penumpang jangan dicuekin asyik sendiri, diajak bergosip bareng kan bisa atau dibisikin saja kalau tidak mau ketahuan.
Saya rasa kenapa mereka melakukan ini adalah karena ingin terlihat akrab antar sesama petugas dihadapan penumpang. Biar kelihat cool yeah we’re gank, girl-gank or boy-gank gitu kali. Ingin menunjukkan bahwa meski bekerja menjadi petugas check-in kita masih bisa bersosialisasi dengan maksimal sehingga terciptalah suasana work-life balance. Sip, pesan tersampaikan.
7. Kenapa tidak ada fasilitas asyik untuk calon penumpang yang menunggu pesawat?
Lupakan kursi pijat reyot berbayar atau toko duty-free yang terlihat sophisticated tapi tidak menarik itu. Kita sudah mau tahun 2018, masa boarding room begitu-begitu saja? Tahun lalu ada calon penumpang yang meninju kaca counter suatu maskapai penerbangan yang delay-is-my-middle-name, bayangkan kalau saja di boarding room itu ada sofa bed, siapa pun yang kena delay 7 jam mesti tidak akan terlalu emosi karena bisa istirahat cukup. Jangan lupa dibuat peraturan bahwa kursi itu hanya boleh ditiduri, jika tidak tidur maka duduk di kursi biasa saja.
Selanjutnya vending machine berisi cemilan-cemilan micin. Hal ini akan membuat waktu menunggu tidak terlalu terasa karena mulut mengunyah kripik-kripik asin yang bikin bibir tebal atau cokelat batangan yang bisa meningkatkan hormon oksitosin sehingga calon penumpang yang tadinya kesal karena delay, jadi riang kembali. Fasilitas lain adalah majalah yang bebas dibaca oleh siapapun, atau koran jika tidak ingin yang terlalu mahal. Toko buku yang ada di bandara biasanya kan fancy-fancy tuh, kebanyakan buku tidak dibuka sehingga tidak bisa menumpang baca. Fasilitas-fasilitas kecil ini jarang sekali kepikiran ada bandara kita padahal aktivitas delay ini sering sekali terjadi.
8. Kenapa di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta ada tangga yang aneh dan tidak berfaedah?
Coba perhatikan, diantara gerbang keberangkatan dan kedatangan, ada sebuah tangga dua sisi yang diatasnya hanya ada ruang kosong dan tidak ada connector ke bangunan utama bandara. Malahan akses tangga sekarang sudah tidak ada karena dua buah toko roti beraroma kopi dan berwarna kuning mangkal dikedua sisinya. Satu-satunya manfaat dari bangunan tangga ini adalah karena ada toilet dan galeri ATM dibawahnya. Itu saja.
Menurut perkiraan saya, tangga ini dulu dibuat untuk memfasilitasi adek-adek yang mau duduk-duduk di bandara sambil nyender bahu atau gandengan tangan atau rangkul-rangkulan. Duduk di tangga yang bebas sekat dan luas kan bisa bebas melakukan apa saja bukan? Apalagi jika berada di tangga paling atas, terasa melihat dunia. Tapi apa daya, toko roti sudah menutup akses. Mereka terlalu sensitif dengan kemesraan semacam itu.
9. Kenapa sudah ada fasilitas web check-in dan bisa cetak boarding pass sendiri, tapi masih disuruh antri counter check-in?
Hal ini dialami oleh Mas Gepeng saat business trip beberapa waktu lalu. Saat melakukan web check-in kan sudah terima boarding pass yang bisa kita cetak sendiri mau pakai kertas 70 gram atau 100 gram bebas. Tapi pas mau boarding, tiket tidak diterima karena bukan hasil cetakan bandara. Lha? Lalu untuk apa dikirimkan boarding pass? Dan untuk apa ada web check-in yang harusnya memberikan kemudahan dan bebas antri counter?
Ini sungguh terlalu. Kalau mau absen penumpang ini ganteng atau jelek kan tidak perlu seperti ini caranya. Apalagi harus merusak kepercayaan diri yang sudah memiliki boarding pass tercetak dengan tinta mahal dan printer baru lalu ternyata harus balik lagi ke counter yang antriannya sudah seperti antri sembako itu. Bayangkan juga sedihnya almarhum pohon-pohon tidak berdosa yang sudah mendedikasikan kayunya untuk dijadikan kertas lalu dibuang sia-sia!? Wahai petugas bandara, yang kalian lakukan ke suami saya itu jahat!
Tapi saya mengapresiasi beberapa maskapai yang sudah berusaha menyediakan mesin self check-in yang juga bisa mencetak boarding pass di bandara sehingga jadi mukjizat bagi makhluk-makhluk pelupa namun malas antre seperti saya. Dan apresiasi juga kepada petugas bandara yang sudah menerima print-an boarding pass calon penumpang tanpa harus resek menyuruh cetak ulang di counter check-in. Mengutip quote favorit dari teman saya, mudahkan urusan orang lain maka urusanmu adalah urusan Tuhan. Setuju?
10. Kenapa antrian tidak pernah rapih dan berdesakan saat mau boarding ke pesawat?
Butuh waktu lama bagi saya menganalisis kenapa hal ini selalu saja terjadi. Kenapa saat ada satu antrian lalu harus tetap berebut buru-buru melewati pintu petugas? Memangnya siapa cepat dia dapat? Dapat apa? Tempat duduk? Itu kan sudah pasti. Bagasi kabin tepat diatas kursi? Memangnya situ yang punya pesawat? Kalau penuh kan kabinnya masih banyak. Bagasi juga mau ditaruh gajah juga bisa. Tenang saja.
Kadang jalur pengecekan tiket ada dua, tapi saat satu orang sedang menunggu tiket dicek, orang belakang sudah menyodorkan tiket bahkan antri sebelahan sama orang didepannya. Berbeda dengan naik KRL, kita sudah ada nomor kursi di pesawat, kita pasti duduk kok dan tidak akan tertinggal. Mungkin bagi orang kita, siapa yang bisa paling pertama duduk di pesawat adalah prestasi. Kapan lagi jadi orang yang bisa ngomong “Yeah gue duduk duluan yeah! Hebat kan!? Kalah lu huuu cemen!”. Selain bisa begitu, prestasi lainnya adalah bisa duluan cup kabin paling dekat kursi untuk menyimpan barang-barang. Jadi makin aman dan nyaman mengawasi barang bawaan sendiri kan? Adalagi adalah prestasi bisa baca majalah duluan, sehingga bisa langsung update informasi kepada penumpang yang masuk belakangan. Bravo!
Eh gengs, kalau dipikir-pikir lagi ya, hal ini ternyata ada kaitannya juga dengan inkonsistensi petugas bandara dalam menerapkan aturan pemanggilan penumpang lho. Begini, pernah mengalami pemanggilan masuk pesawat diurutkan berdasarkan nomor kursi? Misal yang duluan naik adalah penumpang dengan nomor kursi 1 – 10 dulu, lalu jeda sebentar, lalu panggil yang berikutnya.
Seumur-umur saya diperlakukan seperti ini hanya pada saat naik pesawat ke Malaysia dengan KLM dan Inggris dengan MAS. Penerbangan lokal tidak pernah sama sekali. Kenapa ya? Apa petugas bandara suka dengan antrian? Ini misteri baru.
5 Comments. Leave new
Hahahaha no 3 emang jengekelin.
Kalau soal tas, itu krn males tasnya kotor, kalau saya haha, padahal ya akhirnya jg ditaruh di lantai ya 😛
Kamu bener2 mengamati semua ya mba :D. Walopun aku srg traveling, tp baru ngeh bbrp poin di atas stlh baca ini :p. Dan bener tuh, petugas yg suka becanda ama temen sebelahnya pas lg ngurusin check in penumpang, blm prnh diikutin training ttg service kali yaaa. Kalo di bank ku, it it orang udh kena sp :p
Kamu bener2 mengamati semua ya mba :D. Walopun aku srg traveling, tp baru ngeh bbrp poin di atas stlh baca ini :p. Dan bener tuh, petugas yg suka becanda ama temen sebelahnya pas lg ngurusin check in penumpang, blm prnh diikutin training ttg service kali yaaa. Kalo di bank ku, it it orang udh kena sp :p
Mestinya dia juga kena SP kali ya, tapi supervisornya ikutan gosip jadi gak kena hahaha. Iya ternyata banyak hal seru di bandara lho mba fanny 🙂
Iya sih sayang juga kalo tasnya kotor. Tapi bisa dialasin koran atau pelastik kali ya, biar tetep ada tempat duduk buat orang lain 🙂